Lama tidak ngeblog, saya akan ceritakan perjalanan si Ghia selama lebaran kemarin.
Sebenarnya kondisi si Ghia tidak begitu prima. Ban belakang sudah halus. AC kondisi tidak fit. Otomatisnya kadang tidak berfungsi. Namun karena kondisi keuangan yang mepet, maka saya beranikan berangkat dengan kondisi apa adanya itu.
Tanggal 25 Juli 2014 setelah berbuka puasa, perjalanan mudik dimulai. Berangkat jam 18.30 dari Sidoarjo menuju ke Trenggalek. Jalanan relatif lancar. Belum ada kemacetan sama sekali.
Jam 21.00 sudah sampai di Tulungagung. Sangat lancar. Mampir di Tulungagung untuk menikmati hangatnya wedang ronde. Hanya Rp. 3500 saja per mangkok. Si Sulung memilih membeli nasi goreng Jawa. Harganya Rp. 8000 per porsi. Heran. Kok mahal ya. Rasanya biasa saja. Bahkan si Sulung bilang kalo rasanya ngalor ngidul. Untuk menunjukkan bahwa rasanya kurang enak.
Sajiannya juga minimalis. Irisan ayamnya sedikit sekali. Hanya 4-6 iris saja. Telur kocoknya juga tidak terasa. Kayaknya 1 butir telor untuk 3 porsi.
Di Sidoarjo, dekat rumah saya, nasi goreng dengan ukuran porsi segitu harganya hanya 4000. Rasanya tidak kalah. Kalo mau yang lebih enak cukup dengan 7000 saja. Taburan irisan daging ayamnya melimpah. Ada sosis dan baksonya. Telurnya juga terasa. Apakah memang benar bahwa harga makanan di Tulungagung lebih mahal dibanding di Sidoarjo?
Setelah makan, perjalanan di lanjutkan.
Sampai di rumah orang tua di Trenggalek jam 22.30.
Langsung istirahat.
Besoknya, si Ghia keliling ke rumah saudara. Ini masih 2 hari sebelum hari raya. Namun kunjungan mulai dicicil karena waktu yang terbatas. Selain ke rumah saudara, juga ke makam para leluhur di desa tetangga.
Hari Minggu, Si Ghia dibongkar kaki2nya. Karena rem terasa ngeblong. Kurang pakem. Persiapan untuk melibas rute pegunungan. Buang angin sama kuras minyak rem.
Hari Senin, lebaran tiba.
Sore hari sampai malam, si Ghia mengantarkan kami keliling. Dari rumah di Malasan, menuju ke Ngadisuko. Rumah pakde. Kemudian ke kota Trenggalek. Rumah paklik. Lalu dilanjut ke Besuki. Rumah temannya nyonya besar. Berakhir di RUmah Malasan lagi.
Hari Selasa pagi, si Ghia langsung membawa kami ke Magetan. Rumah mertua. Lewat rute pegunungan Ponorogo. Berangkat jam 07.30 sampai di Magetan jam 11.30. Perlu waktu 4 jam, karena selain jalanan sangat ramai, kami sempat tersesat saat mencari jalan alternatif. Akibat ada jembatan yang rusak dan jalannya ditutup.
Di Magetan, kami keliling-keliling. Seperti biasanya.
Hari Jumat, mertua minta diantarkan ke Trenggalek untuk silaturahmi ke rumah ibu saya. Kebetulan semua saudara ikut serta. Jadilah kami berangkat ke Trenggalek. Berkonvoi dengan Avanza dan Xenia.
Berangkat jam 07.30 sampai Trenggalek jam 11.00. Setelah sholat Jumat, perjalanan dilanjutkan menuju pantai Pelang di Panggul, Trenggalek.
Rute ke pantai Pelang sangat menantang. Namun jalanan sudah mulus sekali. Barusan dikerjakan. Bahkan ada sekitar 4 km pengaspalan belum selesai dilakukan. Dari rumah ibu saya, perlu waktu 1.5 jam ke Pelang.
Kalo diukur dengan odometer dari rumah Magetan ke rumah ibu saya lalu ke Pelang menempuh jarak 181 km.
Perjalanan yang cukup panjang.
Sampai di Pelang, masuk lokasi wisata. Bayar retribusi per orang Rp. 8000. Mobil 5000.
Rasa lelah selama perjalanan terobati melihat keindahan pantai. Di Pelang kita bisa bermain di pantai, kemudian mandi di air terjun.
Sebenarnya kondisi si Ghia tidak begitu prima. Ban belakang sudah halus. AC kondisi tidak fit. Otomatisnya kadang tidak berfungsi. Namun karena kondisi keuangan yang mepet, maka saya beranikan berangkat dengan kondisi apa adanya itu.
Tanggal 25 Juli 2014 setelah berbuka puasa, perjalanan mudik dimulai. Berangkat jam 18.30 dari Sidoarjo menuju ke Trenggalek. Jalanan relatif lancar. Belum ada kemacetan sama sekali.
Jam 21.00 sudah sampai di Tulungagung. Sangat lancar. Mampir di Tulungagung untuk menikmati hangatnya wedang ronde. Hanya Rp. 3500 saja per mangkok. Si Sulung memilih membeli nasi goreng Jawa. Harganya Rp. 8000 per porsi. Heran. Kok mahal ya. Rasanya biasa saja. Bahkan si Sulung bilang kalo rasanya ngalor ngidul. Untuk menunjukkan bahwa rasanya kurang enak.
Sajiannya juga minimalis. Irisan ayamnya sedikit sekali. Hanya 4-6 iris saja. Telur kocoknya juga tidak terasa. Kayaknya 1 butir telor untuk 3 porsi.
Di Sidoarjo, dekat rumah saya, nasi goreng dengan ukuran porsi segitu harganya hanya 4000. Rasanya tidak kalah. Kalo mau yang lebih enak cukup dengan 7000 saja. Taburan irisan daging ayamnya melimpah. Ada sosis dan baksonya. Telurnya juga terasa. Apakah memang benar bahwa harga makanan di Tulungagung lebih mahal dibanding di Sidoarjo?
Setelah makan, perjalanan di lanjutkan.
Sampai di rumah orang tua di Trenggalek jam 22.30.
Langsung istirahat.
Besoknya, si Ghia keliling ke rumah saudara. Ini masih 2 hari sebelum hari raya. Namun kunjungan mulai dicicil karena waktu yang terbatas. Selain ke rumah saudara, juga ke makam para leluhur di desa tetangga.
Hari Minggu, Si Ghia dibongkar kaki2nya. Karena rem terasa ngeblong. Kurang pakem. Persiapan untuk melibas rute pegunungan. Buang angin sama kuras minyak rem.
Hari Senin, lebaran tiba.
Sore hari sampai malam, si Ghia mengantarkan kami keliling. Dari rumah di Malasan, menuju ke Ngadisuko. Rumah pakde. Kemudian ke kota Trenggalek. Rumah paklik. Lalu dilanjut ke Besuki. Rumah temannya nyonya besar. Berakhir di RUmah Malasan lagi.
Hari Selasa pagi, si Ghia langsung membawa kami ke Magetan. Rumah mertua. Lewat rute pegunungan Ponorogo. Berangkat jam 07.30 sampai di Magetan jam 11.30. Perlu waktu 4 jam, karena selain jalanan sangat ramai, kami sempat tersesat saat mencari jalan alternatif. Akibat ada jembatan yang rusak dan jalannya ditutup.
Di Magetan, kami keliling-keliling. Seperti biasanya.
Hari Jumat, mertua minta diantarkan ke Trenggalek untuk silaturahmi ke rumah ibu saya. Kebetulan semua saudara ikut serta. Jadilah kami berangkat ke Trenggalek. Berkonvoi dengan Avanza dan Xenia.
Berangkat jam 07.30 sampai Trenggalek jam 11.00. Setelah sholat Jumat, perjalanan dilanjutkan menuju pantai Pelang di Panggul, Trenggalek.
Rute ke pantai Pelang sangat menantang. Namun jalanan sudah mulus sekali. Barusan dikerjakan. Bahkan ada sekitar 4 km pengaspalan belum selesai dilakukan. Dari rumah ibu saya, perlu waktu 1.5 jam ke Pelang.
Kalo diukur dengan odometer dari rumah Magetan ke rumah ibu saya lalu ke Pelang menempuh jarak 181 km.
Perjalanan yang cukup panjang.
Sampai di Pelang, masuk lokasi wisata. Bayar retribusi per orang Rp. 8000. Mobil 5000.
Rasa lelah selama perjalanan terobati melihat keindahan pantai. Di Pelang kita bisa bermain di pantai, kemudian mandi di air terjun.
Ombak Pantai Pelang agak besar. Jadi dianjurkan untuk tidak mandi di pantai.
Pemandangannya cantik sekali. Tidak kalah dengan Bali. Waktu si Sulung memakai foto ini di PP BBM-nya, langsung dikomen temannya "sedang liburan di Bali ya..??".
Pasir hitamnya bersih. Cocok untuk mainan anak-anak.
Di sisi lain pantai, dinding karang menjulang terjal.
Sangat cocok untuk kegiatan fotografi.
Bosan main di pantai lalu beranjak ke air terjun. Hanya 50 meter dari pantai. Asyiknya, batu-batuan di air terjun ini tidak licin sama sekali. Nggak bikin khawatir terpeleset.
Si kecil dengan santainya bermain di air terjun.
Di belakang air terjun ada guanya.
Semua jadi suka narsis.
Sayangnya waktu kami tidak banyak. Waktu yang menjelang petang membuat kami harus segera cabut. Jam 18.00 berangkat menuju Magetan lagi. Sempat mampir makan malam di Ponorogo. Dan sampai di rumah jam 23.00
Walau medannya kelak-kelok naik turun, namun semua anggota rombongan tidak ada yang mabuk darat. Semua sehat wal afiat.
Komentar
Posting Komentar