JARANAN (JARAN KEPANG)
Pagi-pagi
dari radio terdengar lagu dangdut.
Judulnya Kuda Lumping.
Penyanyinya Rita Sugiarto. Sebuah
lagi jaman dulu, yang seingat saya populer sekitar tahun 80-an. Menggambarkan sebuah permainan (kesenian)
yang populer waktu itu.
Mendengarnya,
saya jadi ingat waktu kecil. Disamping
lebaran, saat yang menyenangkan adalah bila ada tetangga dekat atau jauh yang
punya hajatan dan menanggap tontonan hiburan.
Saat itu kesempatan untuk senang-senang dan mendapat uang saku. Tidak seperti anak jaman sekarang, jaman saya
sekolah SD dulu tidak pernah mendapat uang saku (sangu). Waktu SMP uang saku mulai saya dapatkan bila
ada pelajaran olah raga. Karena lokasi
sekolah cukup jauh. Waktu SMA, uang saku rutin dapat tiap hari, untuk naik bis
ke sekolah. Bila ada tontonan seperti
ini, ibu saya akan memberikan Rp. 25,- sampai Rp. 50,- untuk sangu.
Tergantung bagaimana saya bisa merayu dan seberapa banyak uang ibu. Cukup untuk membeli aneka jajanan yang
harganya sekitar Rp. 5,- seperti glali (gulali), godir, atau jajan
lainnya. Ketika saya semakin besar,
sangu itu semakin meningkat.
Waktu
saya SD, hiburan favorit orang punya hajatan adalah wayang kulit dan
jaranan. Jaranan lebih sering ada,
karena lebih murah biaya nanggapnya.
Bila ada orang yang mau nanggap jaranan, biasanya seminggu sebelumnya
beritanya sudah tersebar.
Jaranan
adalah kesenian berupa tarian. Di tempat
lain ada yang menamakan kuda kepang, kuda lumping atau mungkin nama lain. Pertunjukannya biasa dilakukan siang hari. Mulai sekitar jam 8 dan selesai sekitar jam 3
atau 4 sore.
Tahun
80-an, pada bulan-bulan bagus untuk hajatan pertunjukan ini sering ada. Tiap minggu ada 2-3 kali. Setelah saya lulus
SD tahun 85-an, perlahan-lahan jaranan mulai
hilang. Waktu itu tontonan video lebih disukai. Orang mulai sering menanggap video semalam
suntuk. Jaranan jadi mati suri. Jarang sekali ada orang hajatan menanggapnya.
Berbagai
upaya dilakukan untuk menghidupkan kesenian ini. Seniman jaranan berkreasi
dengan model baru. Ada yang namanya
Turangga Yaksa. Pemerintah juga tidak
ketinggalan. Seingat saya, sewaktu SMA
dulu, tarian ini diajarkan di SD-SD di
Durenan. Kemudian diadakan pertunjukan tari jaranan kolosal di lapangan sepakbola
Durenan. Namun, perkembangannya, semakin
menghilang saja. Hingga saat ini,
kesenian jaranan hanya dipentaskan bila ada acara di pemerintahan.
Tahun
2000-an dulu ada kreasi jaranan campursari.
Terkenal dengan nama Turangga Safitri Putra dari Tulungagung. Namun
kehadirannya tidak bertahan lama. Saat
ini yang terkenal adalah Jaranan Dangdut, dengan Sagita-nya. Namun, jangan berharap melihat tarian jaranan
disini. Yang ada adalah goyangan pinggul penyanyinya yang pakai rok super
mini. Hanya salah satu komponen musik
jaranan saja yang diadopsi.
Kembali
ke kesenian Jaranan. Salah satu group
jaranan favorit saya waktu kecil ada di desa saya, Malasan. Nama groupnya saya lupa. Ketuanya namanya Pak
Karji. Sewaktu jaya, pemain jaranan hampir seperti selebritis walau tingkat
kampung saja. Dua orang anak pak Karji,
yang kebetulan teman satu SD beda angkatan, ternyata mewarisi darah seni
bapaknya. Mereka jadi anak yang cukup
istimewa di sekolah. Diistimewakan
karena kebisaannya. Beberapa pemain yang
lain, menjadi idola anak-anak. Itu jaman
dulu, sampai kesenian ini meredup dan para pemainnya terpaksa banting setir
cari pekerjaan lain untuk biaya hidup.
Dari
jenis pertunjukkannya, kesenian jaranan ini berupa tarian. Yang membedakan dengan tarian lain, adalah
pada ujung babak, biasanya beberapa pemain (tidak semua) akan kesurupan. Istilah di desa saya “ndadi”. Karena itu, setiap pertunjukan selalu
ditunggui oleh 2 orang dukun. Mereka
bertugas menyadarkan pemain yang ndadi. Istilah “tukang gambuh”.
KOMPONEN
PERTUNJUKAN.
1.
Pengiring.
Jaranan
diiringi dengan musik. Terdiri dari 2 buah kenong, satu kendang, terompet dan 2
gong (kecil dan besar). Ada juga yang menambah dengan kepyek, semacam lempengan-lempengan
besi yang ditumpuk. Bila dipukul akan menimbulkan suara “crek crek”. Terompet
sangat dominan, dengan melantunkan lagu sepanjang pertunjukan. Kadang diselingi
dengan nyanyian yang dinyanyikan pemusik.
Nyanyiannya beraneka ragam, mulai lagu anak-anak sampai lagu
pemerintah. Bahkan lagu yang agak saru.
2.
Penari.
Penari
terdiri dari anak muda laki-laki. Biasa dirias di bagian wajah. Memakai ikat kepala. Telinga diberi sumping.
Memakai baju berewarna mencolok. Kadang pakai kaos kaki panjang (seperti pemain
sepakbola). Pakai kelinting (lonceng) kecil-kecil berjumlah banyak di kaki. Membawa cambuk.
3.
Tukang Gambuh
Berjumlah
dua orang. Bertugas menyadarkan pemain
yang ndadi. Kesurupan.
4.
Peralatan.
-
Kuda Kepang :
Yaitu
anyaman bambu yang dipotong dan digambar bentuk stiliran kuda. Pada bagian kepala
dihiasi dengan rambut yang terbuat dari ijuk.
Pada inovasi selanjutnya ada yang namanya Turangga Yaksa. Bentuknya seperti Kuda Kepang, tetapi
kepalanya berupa raksasa. Kepala mirip
dengan tokoh raksasa di pewayangan.
Badannya sepeti kuda kepang. Terbuat dari kulit sapi atau kerbau.
Turangga Yaksa
|
Kuda Kepang.
|
.
-
Celengan.
Berupa
gambar binatang celeng (babi hutan).
Dipergunakan untuk menari.
-
Macanan/Cokotan.
Berupa
topeng bermoncong. Bentuknya seperti
kepala macan. Bagian bawah dan atas
biasa fleksibel. Mulut menganga. Bila
geraham bawah di pukul, maka akan bersuara “tak-tak” Topeng dipakai di kepala penari. Sambil menari, penari memukulkan lengannya di
geraham bawah, seingga keluar suara.
-
Barongan
Bentuknya
seperti kepala ular. Ada yang bilang seperti kepala macan. Strukturnya seperti
barongan Bali. Geraham atas dan bawah terpisah, dihubungkan dengan engsel. Masing-masing geraham terhubung dengan
pegangan. Bila pegangan digerakkan
mengungkit, maka geraham bisa membuka menutup.
Kepala naga memakai jamang. Kemudian di bagian belakang jamang dipasang kain
panjang. Digunakan oleh 2 orang penari.
Penari di depan memegang kepala barong di bagian pegangannya. Penari belakang
memegang kain panjang. Gerakannya seperti gerakan naga.
GAMBARAN
PERTUNJUKAN.
Seingat
saya, pertunjukan terdiri dari beberapa babak.
Menggambarkan Bupati Menak Sopal sedang membabat hutan untuk mendirikan
kerajaan Trenggalek.
Babak
pertama, beberapa penari keluar. Biasanya 5-6 orang. Menari dengan rancak. Diselingi suara cambuk
(pecut) yang di bunyikan oleh penari.
Tarian ini berlangsung cukup lama. Sekitar 30 menit. Menggambarkan
pasukan berkuda, yang sedang mempersiapkan diri. Bagi saya, ini bagian yang membosankan.
Karena tidak ada adegan perang dan tidak ada pemain yang ndadi.
Babak
kedua diawali oleh beberapa penari. Pada babak ini, mulai ada serunya. Yaitu
adegan perang-perangan antara pasukan berkuda. Menggambarkan prajurit berkuda
sedang berlatih perang-perangan. Pada
babak ini, kadang-kadang sudah ada pemain yang ndadi (kesurupan). Tapi jarang sekali.
Babak
ketiga. Biasanya keluar 2 orang penari. Pertama-tama menari dengan gerakan
serempak. Lama-lama masuk adegan
peperangan satu lawan satu.
Menggambarkan ujian bagi seorang prajurit pasukan berkuda. Dapat dipastikan kedua orang ini akan ndadi
di penghujung babak. Sepanjang babak ini selanjutnya, suara ledakan cambuk akan
dominan.
Babak
ketiga. Diawali oleh beberapa orang (4
orang) penari kuda kepang. Menari menggambarkan
prajurit berkuda memasuki hutan. Kemudian
keluar penari dengan topeng macan. Adegan
selanjutnya para prajurit itu berperang melawan macan. Menggambarkan para
prajurit Menak Sopal dihadang oleh macan di hutan. Akhir babak ini biasanya
para pemain akan ndadi. Mereka akan melepaskan
peralatan tarinya. Dan bertingkah aneh.
Ada yang seperti monyet, macan atau lainnya. Makan bunga kenanga. Disini tukang gambuh bekerja keras. Agar
pemain yang ndadi tidak keluar arena.
Dan akhirnya menyadarkannya. Biasanya dengan dicambuk badannya. Babak ini dinamakan Macanan.
Babak
keempat. Hampir sama dengan babak
ketiga. Namun yang menjadi musuhnya adalah Naga, digambarkan dengan
barongan. Dalam babak ini, suara prak
prak dari barongan dan suara ledakan cambuk sangat seru. Bagian ini yang menjadi kesukaan saya. Seringkali saya melihat jaranan agak lambat
agar tinggal menikmati babak ini dan babak terakhir. Babak ini dinamakan barongan.
Babak
kelima juga sama, namun yang menjadi musuh adalah babi hutan (celeng). Babak ini dinamakan Celengan. Pada babak 4
dan 5, tingkah pemain yang ndadi sangat aneh dan lucu. Kadang juga membahayakan. Menegangkan.
Makanya banyak anak-anak yang suka babak babak akhir saja.
Pemain
Barongan sedang beraksi….
Berbeda
dengan di desa lain, di tempat saya itu pemain yang ndadi tidak makan
kaca. Hanya makan bunga kenanga
saja. Konon, semua peralatan yang
dipakai dalam jaranan ini diisi dengan kekuatan supranatural. Namun
kebenarannya Wallahu alam bishowab…… (pringgalek).
Komentar
Posting Komentar