Liburan Imlek tanggal 23 Januari 2012 sangat berkesan.
Pertama, karena untuk pertama kalinya bos memberikan liburan tambahan. Mulai
tanggal 21 (Sabtu) sudah libur. Jadi ada 3 hari libur (21, 22, 23).
Liburan panjang ini kami manfaatkan untuk pergi ke luar kota. Pertama, ada undangan manten di Ponorogo. Kedua, ingin menjenguk orang tua dan nenek di Magetan.
Hari Sabtu, tanggal 21 Januari 2012, pukul 10.30 kami berangkat. Perjalanan lancar. Lalulintas belum ramai, walau cukup padat. Kecepatan bisa mencapai di atas 80 km/jam. Cuaca cukup panas. AC mobil yang tidak begitu dingin masih mampu menahan.
Sampai di Balung Bendo, saat mobil melaju di kecepatan sekitar 60 km/jam, tiba-tiba seorang pengendara motor menyalip sambil membunyikan klakson berulangkali sambil menunjuk ke arah ban. Wah, pasti ada masalah dengan ban. Karena posisi di tengah, dan lalu lintas cukup padat, perlu beberapa lama untuk bisa minggir.
Alamak, ternyata benar. Ban belakang kiri kempes. Bahkan, karena harus beberapa lama dipaksa agar bisa minggir, ban jadi pecah. Waduh, alamat harus beli ban baru. Akhirnya dengan dibantu si sulung yang baru berumur 11 tahun, kami mulai mengganti ban.
Pertama, buka bagasi. Ambil kunci roda, dan dongkrak. Kemudian cutter untuk memotong cable stick yang mengikat wildop. Kemudian, kendorkan baut roda keempat-empatnya. Terus, dongkrak dipasang. Kemudian lepaskan roda. Pasang ban cadangan. Waktu pasang ban cadangan, baru tahu bahwa ban cadangan kondisinya juga mengenaskan. Ban gundul bagian dalam sampai keluar kawatnya. Setelah ban terpasang, kami melanjutkan perjalanan yang masih panjang, dengan hati ketir-ketir. Pertama, karena tidak ada ban cadangan lagi. Kedua, karena ban cadangan yang terpasang kondisinya sudah sangat memprihatinkan.
Sepanjang perjalanan, kami tidak lagi memacu kendaraan. Kecepatan sedang, sekitar 60km/jam. Sambil longak-longok kiri kanan untuk melihat toko ban. Sampai Jombang, terlihat ada toko ban yang cukup besar di pinggir jalan. Walau agak lewat, kami kembali. Masuk toko, tanya harga ban. Yang paling murah merk Dunlop ukuran 165R13 Rp. 330.000,-. Masih pikir-pikir, karena belum satu bulan membelikan ban zebra ukuran segitu, harganya cuma Rp. 275.000,-. Belinya di Sidoarjo. Berarti ada selisih Rp. 55.000,-. Karena kondisi ban dalam juga sobek, berarti harus tambah ban dalam Rp. 65.000,- Jadi total 400ribuan. Wah.....
Saat sedang pikir-pikir, sama karyawan toko ditawari ban second. Ada 2 buah. Merk Bridgestone Commercial Service. Yang satu batiknya masih tebal, tapi bekas ada robek dan sudah dipress. Harga Rp. 130.000,- Dan yang satunya, batiknya sudah tipis, tapi fisik utuh. Harga Rp. 115.000,-. Sempat bingung antara ambil baru dan bekas. Setelah ditimbang-timbang, akhirnya piih BS bekas. Setelah tawar menawar, akhirnya deal dengan BS yang bekas press. Harga Rp. 175.000,- berikut ban dalam. Dhitung-hitung tidak ada separo bila dibandingkan dengan beli baru.
Pertimbangan beli BS bekas. Pertama, karena BS COmmercial Service ini termasuk kategori ban bagus. Seratnya menggunakan benang, bukan kawat. Dulu punya pengalaman pakai ban ini sampai habis, tetap bagus. Dunlop menggunakan serat kawat, sebagaimana ban-ban kelas ekonomi. Serat ini biasanya rawan pecah bila kita tidak bisa menjaga tekanan ban dengan baik.
Ban bekas hasil pembelian dipasang. TUjuannya untuk menguji daya tahannya, karena pihak toko memberi garansi 1 minggu. Kamipun melanjutkan perjalanan dengan normal seperti saat sebelum ban pecah.
Sampai di Nganjuk, hujan deras sekali, disertai angin. Perjalanan masih lancar. Keluar Nganjuk sampai Magetan diwarnai hujan-reda silih berganti. Sampai di Magetan, rumah mertua, pukul 16.30 WIB.
Besoknya, tanggal 22 Januari 2012, pukul 09.30 WIB, saya, istri 2 anak dan 2 orang keponakan berangkat ke mantenan di Ponorogo. Setelah mantenan selesai dilanjutkan ke telaga Ngebel.
Perjalanan cukup berat. Jalanan sempit dan menanjak, sehingga bila papasan dengan mobil dari depan, FL-ku harus turun dari aspal. Sampai beberapa tanjakan yang cukup curam, FL-ku masih menunjukkan ketangguhannya. Sampai kemudian di tanjakan yang cukup tinggi, FL-ku ketemu dengan mobil dari depan yang mengambil haluan terlalu ke tengah. FL-ku terpaksa berhenti. Waktu mulai jalan lagi, FL-ku harus meraung-raung disertai bau sangit agar bisa nanjak. Ujian pertama sukses...
Kejadian serupa terulang di tanjakan terakhir. Kali ini FL-ku tidak mau jalan lagi, dan terpaksa mundur dulu mencari ancang-ancang. Celakanya, saat mundur, saya mengambil haluan terlalu kiri, sehingga roda belakang masuk parit. Untuknya, bember tertahan batu besar, sehingga FL-ku tidak masuk parit. Posisi roda kiri belakang menggantung. Usaha penyelamatan dilakukan dengan dibantu didorong. Hasilnya nihil.
Sempat berpikir untuk ditarik dengan kendaraan truk. Tapi sebelum terlaksana, ada 2 pemuda penduduk setempat yang datang menawarkan bantuan. Langsung ambil alih kemudi. Dan reng--reng, ternyata si FL-ku langsung ngacir. Wah....saya sampai geleng-geleng. Ternyata bukan FL-ku yang tidak kuat menanjak, tapi sopirnya yang kurang canggih. Alhamdulillah, akhirnya sampai juga kami di Telaga Ngebel.
Setelah beberapa saat menikmati keindahan telaga, akhirnya kamipun pulang
dengan selamat. Keesokan harinya kami melanjutkan perjalanan pulang ke
Sidoarjo, dengan penumpang tambahan yaitu mertua dan adik ipar. Berangkat pukul
10.00 WIB, sampai Sidoarjo pukul 14.00 WIB. Sangat lancar.
Liburan panjang ini kami manfaatkan untuk pergi ke luar kota. Pertama, ada undangan manten di Ponorogo. Kedua, ingin menjenguk orang tua dan nenek di Magetan.
Hari Sabtu, tanggal 21 Januari 2012, pukul 10.30 kami berangkat. Perjalanan lancar. Lalulintas belum ramai, walau cukup padat. Kecepatan bisa mencapai di atas 80 km/jam. Cuaca cukup panas. AC mobil yang tidak begitu dingin masih mampu menahan.
Sampai di Balung Bendo, saat mobil melaju di kecepatan sekitar 60 km/jam, tiba-tiba seorang pengendara motor menyalip sambil membunyikan klakson berulangkali sambil menunjuk ke arah ban. Wah, pasti ada masalah dengan ban. Karena posisi di tengah, dan lalu lintas cukup padat, perlu beberapa lama untuk bisa minggir.
Alamak, ternyata benar. Ban belakang kiri kempes. Bahkan, karena harus beberapa lama dipaksa agar bisa minggir, ban jadi pecah. Waduh, alamat harus beli ban baru. Akhirnya dengan dibantu si sulung yang baru berumur 11 tahun, kami mulai mengganti ban.
Pertama, buka bagasi. Ambil kunci roda, dan dongkrak. Kemudian cutter untuk memotong cable stick yang mengikat wildop. Kemudian, kendorkan baut roda keempat-empatnya. Terus, dongkrak dipasang. Kemudian lepaskan roda. Pasang ban cadangan. Waktu pasang ban cadangan, baru tahu bahwa ban cadangan kondisinya juga mengenaskan. Ban gundul bagian dalam sampai keluar kawatnya. Setelah ban terpasang, kami melanjutkan perjalanan yang masih panjang, dengan hati ketir-ketir. Pertama, karena tidak ada ban cadangan lagi. Kedua, karena ban cadangan yang terpasang kondisinya sudah sangat memprihatinkan.
Sepanjang perjalanan, kami tidak lagi memacu kendaraan. Kecepatan sedang, sekitar 60km/jam. Sambil longak-longok kiri kanan untuk melihat toko ban. Sampai Jombang, terlihat ada toko ban yang cukup besar di pinggir jalan. Walau agak lewat, kami kembali. Masuk toko, tanya harga ban. Yang paling murah merk Dunlop ukuran 165R13 Rp. 330.000,-. Masih pikir-pikir, karena belum satu bulan membelikan ban zebra ukuran segitu, harganya cuma Rp. 275.000,-. Belinya di Sidoarjo. Berarti ada selisih Rp. 55.000,-. Karena kondisi ban dalam juga sobek, berarti harus tambah ban dalam Rp. 65.000,- Jadi total 400ribuan. Wah.....
Saat sedang pikir-pikir, sama karyawan toko ditawari ban second. Ada 2 buah. Merk Bridgestone Commercial Service. Yang satu batiknya masih tebal, tapi bekas ada robek dan sudah dipress. Harga Rp. 130.000,- Dan yang satunya, batiknya sudah tipis, tapi fisik utuh. Harga Rp. 115.000,-. Sempat bingung antara ambil baru dan bekas. Setelah ditimbang-timbang, akhirnya piih BS bekas. Setelah tawar menawar, akhirnya deal dengan BS yang bekas press. Harga Rp. 175.000,- berikut ban dalam. Dhitung-hitung tidak ada separo bila dibandingkan dengan beli baru.
Pertimbangan beli BS bekas. Pertama, karena BS COmmercial Service ini termasuk kategori ban bagus. Seratnya menggunakan benang, bukan kawat. Dulu punya pengalaman pakai ban ini sampai habis, tetap bagus. Dunlop menggunakan serat kawat, sebagaimana ban-ban kelas ekonomi. Serat ini biasanya rawan pecah bila kita tidak bisa menjaga tekanan ban dengan baik.
Ban bekas hasil pembelian dipasang. TUjuannya untuk menguji daya tahannya, karena pihak toko memberi garansi 1 minggu. Kamipun melanjutkan perjalanan dengan normal seperti saat sebelum ban pecah.
Sampai di Nganjuk, hujan deras sekali, disertai angin. Perjalanan masih lancar. Keluar Nganjuk sampai Magetan diwarnai hujan-reda silih berganti. Sampai di Magetan, rumah mertua, pukul 16.30 WIB.
Besoknya, tanggal 22 Januari 2012, pukul 09.30 WIB, saya, istri 2 anak dan 2 orang keponakan berangkat ke mantenan di Ponorogo. Setelah mantenan selesai dilanjutkan ke telaga Ngebel.
Perjalanan cukup berat. Jalanan sempit dan menanjak, sehingga bila papasan dengan mobil dari depan, FL-ku harus turun dari aspal. Sampai beberapa tanjakan yang cukup curam, FL-ku masih menunjukkan ketangguhannya. Sampai kemudian di tanjakan yang cukup tinggi, FL-ku ketemu dengan mobil dari depan yang mengambil haluan terlalu ke tengah. FL-ku terpaksa berhenti. Waktu mulai jalan lagi, FL-ku harus meraung-raung disertai bau sangit agar bisa nanjak. Ujian pertama sukses...
Kejadian serupa terulang di tanjakan terakhir. Kali ini FL-ku tidak mau jalan lagi, dan terpaksa mundur dulu mencari ancang-ancang. Celakanya, saat mundur, saya mengambil haluan terlalu kiri, sehingga roda belakang masuk parit. Untuknya, bember tertahan batu besar, sehingga FL-ku tidak masuk parit. Posisi roda kiri belakang menggantung. Usaha penyelamatan dilakukan dengan dibantu didorong. Hasilnya nihil.
Sempat berpikir untuk ditarik dengan kendaraan truk. Tapi sebelum terlaksana, ada 2 pemuda penduduk setempat yang datang menawarkan bantuan. Langsung ambil alih kemudi. Dan reng--reng, ternyata si FL-ku langsung ngacir. Wah....saya sampai geleng-geleng. Ternyata bukan FL-ku yang tidak kuat menanjak, tapi sopirnya yang kurang canggih. Alhamdulillah, akhirnya sampai juga kami di Telaga Ngebel.
Foto Bersama istri tercinta saat
makan di Manunggal Roso, Telaga Ngebel, Ponorogo.
Si Bungsu lagi menikmati keindahan
Telaga Ngebel, Ponorogo.
Telaga Ngebel yang menawan hati.
Komentar
Posting Komentar