Sebulan yang lalu kami sekeluarga pulang mudik. Karena salah
satu kerabat ada yang meninggal dunia. Yaitu ayah dari suami mendiang kakak
perempuanku. Atau besan dari orang
tuaku.
Mudik berangkat Jumat sore sepulang kerja. Mengendarai si
Ghiani. Perjalanan lancar tidak ada masalah.
Berangkat sekitar jam 5 sampai rumah jam setengah 10 malam. Cukup lancar
untuk ukuran sekarang.
Pagi harinya takziyah ke rumah duka. Setelah takziyah
selesai, ada aide untuk menghabiskan waktu hari. Mengingat masih hari Sabtu.
Sedangkan rencana kembali ke rumah hari Minggu. Maka, pantai Prigi menjadi tujuan. Saya,
istri, 2 anak dan 1 keponakan. Berangkat ke pantai Prigi. Berangkat jam setengah
10 siang. Menyusuri jalanan dari Durenan-Bandung-Prigi. Jalanan cukup enak.
Pemandangan indah terpampang sepanjang perjalanan. Apalagi saat jalanan mulai
menanjak. Di kiri kanan masih hutan atau kebun cengkeh warga. Kadang-kadang di
sebelah kiri atau kanan ada jurang.
Sepanjang jalan, hanya satu tempat yang jalannya rusak. Hanya
sekitar 100 meter. Sepertinya tidak pernah tersentuh perbaikan. Tapi menurut
warga, daerah tersebut berulangkali diperbaiki, tapi selalu cepat rusak.
Mungkin karena kontur tanah yang tidak stabil. Bahkan ada yang menghubungkan
dengan daerah yang angker.
Sekitar 1 jam perjalanan, sampailah ke Pantai Prigi. Sengaja
langsung menuju Pasir Putih Karanggoso. Karena pengalaman yang lalu-lalu,
daerah pantai Prigi sangat jorok. Dahulu seringkali wisatawan yang jalan-jalan
di pantai menemukan kotoran manusia. Jorok sekali.
Adapun pantai Karanggoso ini hanya berjarak sekitar 3 km dari
Pantai Prigi. Bahkan sekarang sudah ada jembatan penghubungnya yang luas dan
mulus. Sehingga jarak terpangkas jadi sekitar separonya.
Masuk gapura pantai, mobil dihentikan oleh petugas
berseragam. Ditanyai jumlah penumpang. Empat orang dewasa dan 1 anak-anak.
Masing-masing 5 ribuan x 5 jadi 25ribu. Pluas parkir mobil 3ribu. Total 28
ribu. Sama nyonya dikasih uang 50ribuan,
dikembalikan 25 ribu. Lumayan, dapat
diskon. Tapi ternyata sambil jalan diperiksa, ternyata karcis hanya dikasih 4
buah saja. Jadi kalau ditotal 4 orang x 5ribu = 20ribu + 3ribu. Jadi seharusnya
bayar 23ribu. Lah yang 2 ribu kemana? Sempat berpikir juga sambil jalan, kalau
semua pengunjung mobil dikasih begitu, berapa duit yang masuk saku petugas?
Di pantai Karanggoso pasirnya khas. Pasir putih. Airnya masih
jernih. Jauh disbanding air pantai Kenjeran yang keruh sekali. Pemandangan
indah sekali. Ombaknya cukup tenang, karena berada di teluk yang agak dalam. Di tepi pantai banyak terdapat pohon besar
yang cukup untuk berteduh bagi para wisatawan. Di seberang Nampak gunung yang
masih hijau. Nampak juga sebuah kapal tongkang pengangkut batubara yang sedang
buang sauh. Kabarnya pantai Teluk Prigi memang sering digunakan oleh kapal-kapal
pengangkut batubara apabila ombak laut selatan sedang tinggi.
Di pesisir banyak sekali ibu-ibu yang
menyewakan ban untuk berenang. Harga sewanya murah saja. Hanya 3 ribu untuk ban
kecil dan 5ribu untuk ban besar. Ibu-ibu ini ternyata juga diberdayakan untuk
menjaga kebersihan pantai. Sambil menjaga ban-ban yang disewakan, mereka
memungut sampah plastic dan kertas yang sering ditinggalkan para
pengunjung. Sungguh suatu simbiosis yang
bagus.
Di hari Sabtu ini, pengunjung tidak
bergitu banyak. Bisaanya pengunjung membeludak pada hari Minggu atau hari libur
lainnya. Bahkan saat liburan 1 Suro,
tempat ini sangat susah untuk dikunjungi karena banyaknya pengunjung. Pada saat itu ada acara labuhan, atau larung
tumpeng raksasa. Biasanya juga disertai pertunjukan music.
Selain menyewa ban untuk berenang di laut, kita juga bisa menyewa
perahu untuk keliling teluk. Sewanya juga murah. Hanya 20ribu saja, perahu
dengan ukuran cukup besar yang mampu mengangkut sekitar 8 orang siap
mengantarkan keliling teluk.
Di sebelah pantai Karanggoso ini
banyak terdapat penginapan. Jadi bagi para pengunjung dari luar kota, tidak
usah repot. Sambil menikmati segarnya udara pantai di tepi pegunungan, kita bisa
menikmati ikan bakar yang banyak dijajakan di tepi jalan.
Bagi para penggemar camping, bisa juga
menginap di alam terbuka. Karena daerahnya cukup bersih dan aman. Menginap di
alam terbuka sangat mengasyikkan. Malam-malam kita bisa membakar kepiting yang bisa
kita tangkap di tepi pantai. Ini pernah saya lakukan saat masih SMA dulu. Dan
akibatnya sampai rumah gatal-fatal karena alergi.
Setelah puas berendam di air laut, kita bias langsung mandi
di kamar mandi yang banyak ditemukan di tepi pantai. Biasanya selain kamar
mandi, mereka merangkap menjual makanan. Sekali mandi kita dipungut 2ribu
rupiah.
Untuk harga makanan, di tempat wisata seperti ini ternyata
tidak mahal. Untuk semangkuk soto yang
rasanya sudah enak di lidah, hanya 5 ribu saja.
Sedangkan harga es the hanya 2ribu. Es campur 3ribu. Tidak beda dengan
di luar wilayah rekreasi.
Tidak terasa, jam sudah menunjukkan jam 2 siang. Akhirnya
petualangan di pantai diakhiri. Setelah mandi, keramas dan ganti pakaian, kami
langsung pulang. Selama perjalanan, kami sering berpapasan dengan mobil atau
sepeda motor. Nampaknya banyak juga wisatawan
yang berangkat sore hari. Di antara mobil-mobil itu ada yang berplat nomor luar
kota. Mungkin mereka merencanakan untuk menginap di pantai Prigi.
Perjalanan pulang ditempuh dengan lancarnya. Sampai di Guwa
Lawa, sempat berpikir untuk mampir. Sempat berhenti. Namun, suasana sungguh
tidak mendukung. Jalan menuju guwa terlihat sepi sekali. Tidak ada satu
orangpun. Jalannya juga seperti tidak terawatt.
Akhirnya niat mau mampir ke guwa Lawa dibatalkan.. Perjalanan
pulang dilanjutkan. Sampai di rumah jam 4 sore. Sungguh suatu perjalanan yang
indah dan mengesankan.
Komentar
Posting Komentar