Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari September, 2014

TEMBANG DOLANAN ILIR-ILIR

Lir-ilir... Lir Ilir ....   Tandure wus sumilir  Tak ijo royo-royo  Tak sengguh temanten anyar Cah Angon  Cah Angon Penekno Blimbing Kuwi    Lunyu-lunyu penekno   Kanggo Mbasuh Dodotiro Dodotiro Dodotiro Kumitir Bedah ing pinggir  Dondomono Jlumatono Kanggo seba mengko sore Mumpung Padhang Rembulane Mumpung Jembar Kalangane  Yo surako surak Iyo” Tembang ini sangat populer pada masa kecil saya. Seringkali dinyanyikan. Bahkan diajarkan di sekolah SD. Salah satu tembang yang harus dihafalkan. Sampai sekarangpun saya hafal. Menurut guru SD saya, tembang ini hasil gubahan Sunan Kalijaga. Dipergunakan untuk menggambarkan kondisi masyarakat Islam yang mulai memasyarakat.  Lir-ilir-Lir-ilir T andure wus sumilir. Ilir adalah alat yang digunakan untuk menghidupkan/membesarkan nyala api. Terbuat dari anyaman bambu. Jaman sekarang disebut dengan kipas. Tandure wis semilir artinya sama dengan tanaman mulai tumbuh dengan subur.Seakan-akan menggunakan ilir untuk membuat agar

APA TUMON

Selama menyalurkan hobi menulis, beberapa tulisan ringan saya pernah dimuat di majalah Panjebar Semangat. Berikut ini beberapa tulisan yang  diterbitkan antara tahun 2003 sampai sekarang..... Tidak banyak, tapi paling tidak ada jejaknya.  NGUBER UCENG KELANGAN DHELEG               Kedadeyan iki tak alami durung suwe iki, yaiku nalika lagi deres-derese udan ing mangsa rendheng. Nalika kuwi aku mulih saka nyambut gawe ing Perak tumuju menyang Sepanjang.  Ing tengah dalan, dumadakan udan deres banget nganti kaya disok saka langit.  Kaya biasanya aku terus minggir, nganggo jas udan, nyopot sepatu terus takwadhahi tas kresek lan ganti sandhal jepit. Tas kresek lan sandhal jepit pancen taksiapake kanggo jaga-jaga yen udan sakwayah-wayah, supaya sepatuku ora teles. Pancen kuwi mujudake sepatu kulit sing mung siji-sijine.             Sakteruse tas kresek isi sepatu takcepitne neng cepitan bagasi ndhuwur mesin, lan aku nerusake laku. Aku pancen klebu wong sing ora sabar yen dikong

TEMBANG DOLANAN DAN MAKNANYA

Sluku-sluku bathok Bathoke ela-elo Si Rama menyang Solo Oleh-olehe payung motha Mak jenthit lolo lobah Wong mati ora obah Nek obah medeni bocah Nek urip goleka  dhuwit.   Syair di atas adalah syair tembang yang dulu sering saya nyanyikan bersama teman-teman. Saat saya masih kecil. Tahun 1980-an Waktu jaman kecil, tembang tersebut sering dinyanyikan karena syairnya sederhana. Mudah dihapal. Ada muatan lucu. Sebenarnya tembang dolanan ini sarat dengan makna religius. Orang Jawa memang ahli dalam membuat perlambang-perlambang. Contohnya setiap ada prasasti atau mendirikan bangunan tertentu, pasti tidak disebutkan angka tahun secara jelas. Tapi disebutkan dalam kalimat yang disebut sengkalan. Tembang ini selalu dihubungkan dengan Sunan Kalijaga, salah seorang wali sanga. Beberapa orang pintar telah menerjemahkan makna tembang ini. Tentu berhubungan dengan makna religius Islam. Berikut ini makna tembang di atas. Sluku-sluku bathok   Sluku adalah posisi d

GANTI BUSHING ARM BELAKANG

Setelah agak lama tidak posting masalah FL, kali penulis mau ceritakan kejadian tadi siang. Awalnya si Ghia terasa ada suara gluduk-gluduk kalau dipakai jalan. Terutama kalau melewati jalanan keriting. Ini semakin terasa saat dipakai belok agak ngepot. Siang ini penulis pulang awal dari kerja. Awalnya karena kepala terasa berat. Maunya tidur, tapi tidak bisa. Maka daripada tambah berat, penulis gunakan waktu untuk bongkar roda belakang. Tersangkanya adalah roda belakang sebelah kiri. Karena suara terasa dari arah itu. Setelah dibongkar, lha ternyata ini biang keroknya. Karet bushing lepas, karena kurang rigid dengan besinya. Ternyata karet bushing memang lepas. Karet ini adalah karet yang baru dipasang sekitar 6 bulan yang lalu. Ternyata karet tidak bisa rigid dengan besinya sehinga semakin lama semakin longgar dan lama-lama jadi lepas. Oleh karena itu menimbulkan suara gluduk-gluduk. Karena masih mempunyai cadangan karet bushing satu lagi, maka penulis berniat unt

RUMAH JAWA

Saat saya masih kecil, sekitar usia SD. Banyak sekali menemui rumah dengan model lama. Rumah model joglo atau limas. Kebanyakan bahkan semua rumah model lama yang saya temui menghadap ke selatan. Dimanapun letak rumah tersebut, selalu menghadap ke selatan. Termasuk rumah saya sendiri (rumah orang tua). Posisi rumah di sebelah barat jalan raya. Tetapi menghadap ke selatan. Bahkan rumah teman saya yang posisinya di sebelah selatan jalan raya, juga menghadap ke selatan. Sehingga dapur, sumur, dan kamar mandi berada di dekat jalan.  Untuk masuk ke rumah harus melewati jalan setapak yang serig disebut "tritisan". Dulu saya yang saat itu masih kecil sempat bertanya kepada embah saya. Katanya rumah orang Jawa menghadap ke selatan untuk menghormati Nyi Ratu Kidul yang bersemayam di laut selatan. Itu adalah kepercayaan orang Jawa. Namun dengan santai ayah saya pernah mengatakan. Bahwa kalau rumah menghadap ke selatan akan selalu adem. Karena saat matahari condong ke selatan, d